Jumat, 02 Agustus 2013

Pengalaman Selama Kuliah S1 Psikologi

Pengalaman Selama Kuliah S1 Psikologi

Seorang teman menanyakan alasan mengapa saya tidak lagi meng-update tulisan di dalam blog saya. Awalnya, saya kira blog saya selama ini sepi-sepi saja, jadi saya menulis hanya kalau mood. Kebetulan selama tahun 2013 ini, saya belum mood untuk menulis di blog ini, saya justru membatin, “Gimana mau nulis di blog, wong kemarin skripsi aja gue ogah-ogahan nulisnya.” Pertanyaan teman saya ternyata justru membuat saya terpicu untuk menulis lagi, pertama karena saya juga sudah kangen menulis, kedua karena ternyata ada yang baca blog ini juga sampai tahu bahwa saya sudah tidak meng-update isi blog ini lagi. Oke, malam ini gue akan nulis.

Bulan Juli kemarin menjadi bulan yang sangat bersejarah bagi saya, tidak lain dan tidak bukan karena pada bulan Juli kemarin, saya menuntaskan pendidikan S1 saya. Skripsi saya yang berjudul “Peran Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Keterikatan Kerja” dianggap layak untuk meluluskan saya sebagai sarjana psikologi.

Hari Selasa lalu, para mahasiswa yang sudah lulus dari ujian skripsi pun dikumpulkan dalam sebuah acara yang dinamai judicium. Dalam acara judicium tersebut, nama kami akan dipanggil satu per satu dan diberikan tanda bahwa kami sudah dapat disebut sebagai lulusan pendidikan S1 piskologi dalam bentuk sertifikat. Acara ini dilakukan sebelum wisuda yang akan kami hadiri di bulan Oktober nanti.

Dalam acara judicium tersebut, beberapa ingatan kilas balik muncul di pikiran saya. Teringat hari pertama saya kuliah di kampus ini, berkenalan dengan beberapa teman-teman baru. Saya ingat, kuliah pertama saya jatuh pada hari Selasa pukul 08.00, kelas Filsafat Umum dengan dosen Bapak Dr. Raja Oloan Tumanggor; kuliah selanjutnya jatuh pada pukul 13.00, kelas Psikologi Umum 1 dengan dosen Ibu Denrich Suryadi, M.Psi., psikolog yang kini menjabat sebagai wakil dekan 2 di fakultas saya.

Pertama-tama, saya ingin tekankan dulu, kuliah psikologi bukan kuliah menjadi dukun. Selama 4 tahun kuliah, banyak teman saya yang penasaran dan meminta kepada saya untuk “membaca” mereka. Membaca kepribadian, bakat, minat, bahkan kadang membaca pikiran. Untuk membaca kepribadian, bakat, atau minat; mungkin dengan observasi yang mendalam masih bisa “ditebak-tebak”, atau menggunakan bantuan alat tes psikologi, tapi sayangnya kami mahasiswa S1 psikologi (sekaligus lulusan) tidak berhak untuk memberikan tes psikologi. Untuk membaca pikiran, tentu saja saya tidak bisa.

Kuliah psikologi, kalau boleh jujur, menarik tapi mengecewakan. Mengapa? Mengecewakan karena ternyata tidak sesuai dengan bayangan saya kala SMA dulu. Saat saya masih menjadi siswa kelas 3 SMA, di benak saya kuliah psikologi itu akan membahas hal-hal yang bisa membuat saya seperti detektif. Bisa mengetahui orang hanya melalui gerak-geriknya dan bisa memeroleh banyak gambaran mengenai orang tersebut. Saya kira juga, kuliah psikologi akan mengajarkan saya bagaimana cara saya membaca kepribadian orang lain, membaca minat orang lain, mendeteksi kebohongan, dan lain sebagainya. Nyatanya tidak ada. Beberapa teman saya berharap dengan kuliah psikologi, mereka akan terhindar dari matematika. Nyatanya? Siap-siap dengan kuliah Statistik 1, Statistik 2, dan Psikometrika yang penuh dengan hitung-hitungan dan menjadi mata kuliah paling angker bagi mahasiswa psikologi.

Tapi di sisi lain, kuliah psikologi juga menarik, mengapa? Pertama, mungkin karena minat saya. Kedua, karena cara kuliahnya yang menyenangkan. Memang, pada awal-awal kuliah, kami disuguhi dengan teori-teori yang sedikit memuakkan. Untuk UTS saja, saya harus menghafal 1 buku. Tapi perlahan-lahan menjadi semakin menyenangkan. Untuk kuliah Dinamika Kelompok misalnya, kami akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap minggunya harus menyajikan permainan/aktivitas sesuai dengan tema pada hari itu. Misalnya jika hari ini membahas leadership, maka kelompok yang ditunjuk (sudah diberi tahu dari awal pertemuan) harus membuat permainan/aktivitas yang dapat memberikan pelajaran tentang kepemimpinan.

Mata kuliah Psikologi Kepribadian 1 dan 2 juga cukup menarik. Awalnya saya kira di mata kuliah ini saya akan belajar berbagai macam tipe kepribadian dan cara mengetahuinya, seperti buku-buku psikologi populer “Personality Plus”, “Enneagram”, “Kokology” dan lain-lain yang sering saya baca saat SMA dulu. Ternyata mata kuliah Psikologi Kepribadian lebih mirip seperti filsafat manusia, membahas mengenai bagaimana manusia berpikir dan bertindak sebagai seorang pribadi dari berbagai perspektif. Dalam mata kuliah ini, dosen saya memberikan tugas kepada mahasiswa untuk menganalisa diri sendiri dengan teori-teori kepribadian yang ada; juga menganalisa satu tokoh dunia. Tugas ini menarik sekaligus menantang. Sempat saya kira “menganalisa” berarti menebak-nebak ala dukun, nyatanya tidak sama sekali.

Mata kuliah psikologi olahraga juga sangat menarik. Dosen saya, Amran Siregar (dipanggil Bang Amran) adalah praktisi psikologi olahraga dan kurang suka mengajarkan teori, sehingga kelas beliau sangat aplikatif. Kami diajarkan mengenai relaksasi progresif untuk atlet. Selain itu, kami juga dikirimkan ke berbagai tempat latihan cabang-cabang olahraga untuk melakukan observasi di sana. Kelompok saya dikirim ke persatuan bola voli di Sentul. Saat itu, tim bola voli nasional kita sedang mempersiapkan diri untuk olimpiade di China. Terakhir, beliau mengajak saya untuk membantu kegiatannya dalam aktivitas-aktivitas psikologi olahraga, sayang saya belum memiliki waktu.

Mata kuliah psikologi sosial 1 juga tidak kalah menarik. Kami diberikan tugas yang bernama save a life, yaitu mendampingi seseorang yang sedang memiliki masalah dalam hidupnya dan membuat laporan perkembangan setiap minggu.

Tugas yang tidak akan saya lupakan adalah tugas Metode Observasi. Setiap minggunya kami harus mengobservasi orang sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh Ibu Ola (panggilan dosen kami). Saya pernah mengikuti secara diam-diam (seperti stalking) ibu dan anak yang sedang berada di mall, mencatat secara diam-diam perilaku juru robek tiket di bioskop, sampai diam-diam mengawasi para pekerja di lingkungan kampus. Tugas akhir kami adalah melakukan observasi di sebuah panti. Tugas mata kuliah ini membuat saya benar-benar lelah, tapi tidak terlupakan.

Di kelas, selain mendapatkan ceramah dari dosen-dosen, kami juga belajar dari cara lain. Salah satunya adalah analisis film. Kami diberikan tayangan film (film yang muncul di bioskop, seperti Black Swan, Shutter Island, The King’s Speech, Rocky, dsb.) dan diminta untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam film tersebut dengan teori tertentu.

Tugas lainnya adalah mewawancarai orang-orang, sesuai dengan mata kuliah. Untuk Psikologi Perkembangan 2 (mengenai remaja dan orang tua) misalnya, kami diminta untuk mewawancarai remaja yang memiliki prestasi dan manula yang juga berprestasi. Hasil wawancara tersebut kemudian dianalisis menurut teori tertentu. Mata kuliah Psikologi Industri Organisasi, kami diminta untuk mewawancarai seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan. Mata kuliah Psikologi Bisnis, kami diminta untuk mewawancarai pebisnis. Dan sebagainya.

Menarik sekaligus mengecewakan. Karena anda tidak akan belajar bagaimana cara “membaca” dan mengobrak-abrik isi pikiran orang seperti detektif Conan atau Uya Kuya.
Saya rasa demikian dulu tulisan saya kali ini, mungkin masih belum bisa menggambarkan isi kuliah saya secara keseluruhan. Semoga bisa menjadi bacaan yang bermanfaat :)

update 2014: akhirnya saya melanjutkan ke magister psikologi klinis dewasa, doakan :)

Jumat, 09 Maret 2012

Refreshing buruh-buruh muda...


Refreshing buruh-buruh muda...
Sejenak meninggalkan penatnya ruang lingkup pabrik...
Yaaa, semestinya mereka duduk manis di bangku kuliah...
Bukan berdiri sehari hanya demi sesuap nasi...
Bukan menyalahkan orang tua yang tak mampu...
Bukan pula menyalahkan ibu yang mengandungnya...
Tapi aku malu pada ibu pertiwi...

Kenapa aku mesti malu?!
Kan bukan aku pemimpinnya...
Yaaa, tetap saja toh... Aku MALU...
wong aku yoo rakyatnyaaaaa.... :D

Selasa, 14 Februari 2012

Nasib buruh pabrik?!

Kisah klasik jadi buruh pabrik,
hanya merenggut masa muda dengan sistem kontraknya yang durjana...
akan adakah pembaharuan sistem kontrak ketenagakerjaan di negeri ini...
setelah banyak korban disana-sini...
pengangguran dimana-mana...
sungguh meraja-lela...

Bukan siapa yang patut disalahkan kalau sudah begini...
tapi bagaimana kita bisa menemukan solusinya...
untuk mengatasi krisis sistem "X" ini...

Sudah banyak yang jadi korban, mau sampai kapan lagi akan seperti ini?!