Pengalaman Selama Kuliah S1 Psikologi
Seorang teman menanyakan alasan mengapa saya tidak lagi meng-update tulisan di dalam blog saya. Awalnya, saya kira blog saya selama ini sepi-sepi saja, jadi saya menulis hanya kalau mood. Kebetulan selama tahun 2013 ini, saya belum mood untuk menulis di blog ini, saya justru membatin, “Gimana mau nulis di blog, wong kemarin skripsi aja gue ogah-ogahan nulisnya.” Pertanyaan
teman saya ternyata justru membuat saya terpicu untuk menulis lagi,
pertama karena saya juga sudah kangen menulis, kedua karena ternyata ada
yang baca blog ini juga sampai tahu bahwa saya sudah tidak meng-update isi blog ini lagi. Oke, malam ini gue akan nulis.
Bulan Juli kemarin menjadi bulan yang
sangat bersejarah bagi saya, tidak lain dan tidak bukan karena pada
bulan Juli kemarin, saya menuntaskan pendidikan S1 saya. Skripsi saya
yang berjudul “Peran Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Transaksional terhadap Keterikatan Kerja” dianggap layak untuk
meluluskan saya sebagai sarjana psikologi.
Hari Selasa lalu, para mahasiswa yang sudah lulus dari ujian skripsi pun dikumpulkan dalam sebuah acara yang dinamai judicium. Dalam acara judicium tersebut,
nama kami akan dipanggil satu per satu dan diberikan tanda bahwa kami
sudah dapat disebut sebagai lulusan pendidikan S1 piskologi dalam bentuk
sertifikat. Acara ini dilakukan sebelum wisuda yang akan kami hadiri di
bulan Oktober nanti.
Dalam acara judicium tersebut,
beberapa ingatan kilas balik muncul di pikiran saya. Teringat hari
pertama saya kuliah di kampus ini, berkenalan dengan beberapa
teman-teman baru. Saya ingat, kuliah pertama saya jatuh pada hari Selasa
pukul 08.00, kelas Filsafat Umum dengan dosen Bapak Dr. Raja Oloan
Tumanggor; kuliah selanjutnya jatuh pada pukul 13.00, kelas Psikologi
Umum 1 dengan dosen Ibu Denrich Suryadi, M.Psi., psikolog yang kini
menjabat sebagai wakil dekan 2 di fakultas saya.
Pertama-tama, saya ingin tekankan dulu,
kuliah psikologi bukan kuliah menjadi dukun. Selama 4 tahun kuliah,
banyak teman saya yang penasaran dan meminta kepada saya untuk “membaca”
mereka. Membaca kepribadian, bakat, minat, bahkan kadang membaca
pikiran. Untuk membaca kepribadian, bakat, atau minat; mungkin dengan
observasi yang mendalam masih bisa “ditebak-tebak”, atau menggunakan
bantuan alat tes psikologi, tapi sayangnya kami mahasiswa S1 psikologi
(sekaligus lulusan) tidak berhak untuk memberikan tes psikologi. Untuk
membaca pikiran, tentu saja saya tidak bisa.
Kuliah psikologi, kalau boleh jujur,
menarik tapi mengecewakan. Mengapa? Mengecewakan karena ternyata tidak
sesuai dengan bayangan saya kala SMA dulu. Saat saya masih menjadi siswa
kelas 3 SMA, di benak saya kuliah psikologi itu akan membahas hal-hal
yang bisa membuat saya seperti detektif. Bisa mengetahui orang hanya
melalui gerak-geriknya dan bisa memeroleh banyak gambaran mengenai orang
tersebut. Saya kira juga, kuliah psikologi akan mengajarkan saya
bagaimana cara saya membaca kepribadian orang lain, membaca minat orang
lain, mendeteksi kebohongan, dan lain sebagainya. Nyatanya tidak ada.
Beberapa teman saya berharap dengan kuliah psikologi, mereka akan
terhindar dari matematika. Nyatanya? Siap-siap dengan kuliah Statistik
1, Statistik 2, dan Psikometrika yang penuh dengan hitung-hitungan dan
menjadi mata kuliah paling angker bagi mahasiswa psikologi.
Tapi di sisi lain, kuliah psikologi juga
menarik, mengapa? Pertama, mungkin karena minat saya. Kedua, karena cara
kuliahnya yang menyenangkan. Memang, pada awal-awal kuliah, kami
disuguhi dengan teori-teori yang sedikit memuakkan. Untuk UTS saja, saya
harus menghafal 1 buku. Tapi perlahan-lahan menjadi semakin
menyenangkan. Untuk kuliah Dinamika Kelompok misalnya, kami akan dibagi
menjadi beberapa kelompok dan setiap minggunya harus menyajikan
permainan/aktivitas sesuai dengan tema pada hari itu. Misalnya jika hari
ini membahas leadership, maka kelompok yang ditunjuk (sudah
diberi tahu dari awal pertemuan) harus membuat permainan/aktivitas yang
dapat memberikan pelajaran tentang kepemimpinan.
Mata kuliah Psikologi Kepribadian 1 dan 2
juga cukup menarik. Awalnya saya kira di mata kuliah ini saya akan
belajar berbagai macam tipe kepribadian dan cara mengetahuinya, seperti
buku-buku psikologi populer “Personality Plus”, “Enneagram”, “Kokology”
dan lain-lain yang sering saya baca saat SMA dulu. Ternyata mata kuliah
Psikologi Kepribadian lebih mirip seperti filsafat manusia, membahas
mengenai bagaimana manusia berpikir dan bertindak sebagai seorang
pribadi dari berbagai perspektif. Dalam mata kuliah ini, dosen saya
memberikan tugas kepada mahasiswa untuk menganalisa diri sendiri dengan
teori-teori kepribadian yang ada; juga menganalisa satu tokoh dunia.
Tugas ini menarik sekaligus menantang. Sempat saya kira “menganalisa”
berarti menebak-nebak ala dukun, nyatanya tidak sama sekali.
Mata kuliah psikologi olahraga juga
sangat menarik. Dosen saya, Amran Siregar (dipanggil Bang Amran) adalah
praktisi psikologi olahraga dan kurang suka mengajarkan teori, sehingga
kelas beliau sangat aplikatif. Kami diajarkan mengenai relaksasi
progresif untuk atlet. Selain itu, kami juga dikirimkan ke berbagai
tempat latihan cabang-cabang olahraga untuk melakukan observasi di sana.
Kelompok saya dikirim ke persatuan bola voli di Sentul. Saat itu, tim
bola voli nasional kita sedang mempersiapkan diri untuk olimpiade di
China. Terakhir, beliau mengajak saya untuk membantu kegiatannya dalam
aktivitas-aktivitas psikologi olahraga, sayang saya belum memiliki
waktu.
Mata kuliah psikologi sosial 1 juga tidak kalah menarik. Kami diberikan tugas yang bernama save a life, yaitu mendampingi seseorang yang sedang memiliki masalah dalam hidupnya dan membuat laporan perkembangan setiap minggu.
Tugas yang tidak akan saya lupakan adalah
tugas Metode Observasi. Setiap minggunya kami harus mengobservasi orang
sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh Ibu Ola (panggilan dosen
kami). Saya pernah mengikuti secara diam-diam (seperti stalking) ibu
dan anak yang sedang berada di mall, mencatat secara diam-diam perilaku
juru robek tiket di bioskop, sampai diam-diam mengawasi para pekerja di
lingkungan kampus. Tugas akhir kami adalah melakukan observasi di
sebuah panti. Tugas mata kuliah ini membuat saya benar-benar lelah, tapi
tidak terlupakan.
Di kelas, selain mendapatkan ceramah dari
dosen-dosen, kami juga belajar dari cara lain. Salah satunya adalah
analisis film. Kami diberikan tayangan film (film yang muncul di
bioskop, seperti Black Swan, Shutter Island, The King’s Speech, Rocky,
dsb.) dan diminta untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam film tersebut
dengan teori tertentu.
Tugas lainnya adalah mewawancarai
orang-orang, sesuai dengan mata kuliah. Untuk Psikologi Perkembangan 2
(mengenai remaja dan orang tua) misalnya, kami diminta untuk
mewawancarai remaja yang memiliki prestasi dan manula yang juga
berprestasi. Hasil wawancara tersebut kemudian dianalisis menurut teori
tertentu. Mata kuliah Psikologi Industri Organisasi, kami diminta untuk
mewawancarai seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan. Mata kuliah
Psikologi Bisnis, kami diminta untuk mewawancarai pebisnis. Dan
sebagainya.
Menarik sekaligus mengecewakan. Karena
anda tidak akan belajar bagaimana cara “membaca” dan mengobrak-abrik
isi pikiran orang seperti detektif Conan atau Uya Kuya.
Saya rasa demikian dulu tulisan saya kali
ini, mungkin masih belum bisa menggambarkan isi kuliah saya secara
keseluruhan. Semoga bisa menjadi bacaan yang bermanfaat :)
update 2014: akhirnya saya melanjutkan ke magister psikologi klinis dewasa, doakan :)

